Kata Islam itu berasal dari bahasa Arab al-islam .  Kata al-islam ini ada di dalam Al-Qur’an dan di dalamnya terkandung  pula pengertiannya, diantaranya dalam surat Ali Imron (3) ayat 19 dan  surat Al-Maidah (5) ayat 3. Apa yang dapat kita pahami dari kedua ayat  ini? Berikut ini penjelasannya.
Al-Qur’an surat Ali Imron (3) ayat 19 : 
Yang dapat dipahami dari ayat ini adalah  bahwa “al-islam” adalah nama suatu “ad-din” (jalan hidup) yang ada di  sisi Alloh ‘indalloh. Ad-din maknanya adalah al-millah atau ash-shirot  atau jalan hidup, ia berupa bentuk-bentuk keyakinan (al-‘aqidah) dan  perbuatan al-‘amal. Al-islam sebagai ad-din yang ada di sisi Alloh,  tentunya berupa bentuk-bentuk keyakinan dan perbuatan yang ditentukan  dan ditetapkan oleh Alloh dan bukan hasil dari buah pikiran manusia,  karenanya ia dinamakan juga dinulloh (QS 110 ayat 2). Al-islam itu  diperuntukkan bagi manusia sebagai petunjuk dari Alloh (huda minalloh)  kepada manusia (QS 28 ayat 50) di dalam mengarungi kehidupan di dunia  ini. Sementara itu Alloh berfirman, lafalnya, “ al-haqqu mir-robbika  fala takunanna minal-mumtarin “ (QS 2 ayat 147), artinya, “ Al-Haq  (kebenaran) itu dari robb (Tuan, Tuhan) engkau (wahai Muhammad saw)  (yakni dari Alloh) maka janganlah engkau termasuk orang-orang yang ragu  “. Firman Alloh ini menyatakan dengan jelas sekali bahwa al-haqqu  (kebenaran) itu dari Alloh (robb-nya Muhammad saw). Oleh karena al-islam  itu ada di sisi Alloh, sementara itu al-haqqu itu dari Alloh maka  tentunya al-islam itu tidak lain adalah al-haqqu (kebenaran) yang  berasal dari Alloh itu. Sementara itu pula Alloh berfirman, lafalnya, “  …wa innaka latahdi ila shirothim mustaqim , shirothillahil-ladzi lahu ma  fis-samawati wa ma fil-ardhi…” (QS 42 ayat 52-53), artinya, “ …dan  sesungguhnya engkau (wahai Muhammad saw) benar-benar memberi petunjuk  kepada “ash-shirothol-mustaqim” (jalan yang harus ditegakkan) (yakni)  “ash-shiroth” (jalan) (yang ditentukan dan ditetapkan oleh) Alloh yang  mana milik-Nya (segala) apa-apa yang ada di langit-langit dan apa-apa  yang ada di bumi…”. Firman Alloh ini menyatakan dengan jelas sekali  bahwa “ ash-shirothol-mustaqim” adalah “ash-shiroth” (jalan) yang  ditentukan dan ditetapkan oleh Alloh yang tentu berasal dari Alloh pula.  Oleh karena al-islam itu di sisi Alloh, sementara itu  “ash-shirothol-mustaqim” adalah jalan yang ditentukan dan ditetapkan  oleh Alloh dan berasal dari Alloh, maka tentunya al-islam itu tidak lain  adalah juga  “ash-shirothol-mustaqim” yang berasal dari  Alloh. Yang mana misi Iblis dan bala tentaranya berusaha menjauhkan  manusia dari “ash-shirothol-mustaqim” ini (QS 7 ayat 16) yang berarti  pula menjauhkan manusia dari al-islam.  
Jika al-islam itu ada di sisi Alloh, lalu bagaimana  ia bisa sampai kepada manusia? Ya tentu hanya melalui wahyu Alloh dan  penjelasannya yang Alloh turunkan kepada para Nabi dan Rosul-Nya dari  Adam as hingga Muhammad saw, termasuk Isa putra Maryam as, Musa as, Nuh  as, Ibrohim as, dll. Dan al-islam dalam bentuknya yang final (tidak ada  lagi perubahan) dan sempurna (mencakup segala segi  kehidupan dan tidak perlu penambahan atau pengurangan) yang tentu  diturunkan kepada Nabi dan Rosul-Nya yang terakhir, Muhammad saw,  melalui Al-Qur’an dan penjelasannya(QS 75 ayat 19).
Dari ayat ini pula kita pahami bahwa penamaan  ad-din ini dengan al-islam adalah penamaan dari Alloh sendiri, bukan  dari manusia. Suatu nama biasanya memiliki arti, demikian juga dengan  al-islam juga memiliki arti, yakni “al-inqiyadu li-amaril-amiri wa  nahihi bila i’tirodh “, yang artinya,” tunduk/patuh/berserah-diri kepada  perintah dan larangan yang memerintah tanpa penolakan “. Namun dalam  hal ini al-islam itu adalah tunduk/patuh/berserah-diri kepada Alloh  saja, bukan tunduk/patuh/berserah-diri kepada apa saja yang dianggap  sebagai robb (Tuan, Tuhan) dan ilah (Tuan, Tuhan), karena Alloh  berfirman, lafalnya, “ wa man ahsanu dinan mimman aslama wajhahu lillahi  wa huwa muhsinun…”(QS 4 ayat 125), artinya, “ Dan siapakah yang labih  baik ad-din-(nya) dari pada orang-orang yang tunduk/patuh/berserah-diri  kepada Alloh dan dia berbuat baik…”. Maka tunduk/patuh/berserah-diri  kepada robb-robb dan ilah-ilah selain Alloh tidak berhak dinamakan  al-islam dan lebih tepat jika dinamakan ghoirul-islam.
Dan karena al-islam itu dari Alloh tentu saja ia diridhoi Alloh.
Al-Qur’an surat Al-Maidah (5) ayat 3, lafalnya,  “ …al-yauma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu ‘alaikum ni’mati wa  rodhitu lakumul-islama dina…”, artinya, “ …pada hari ini telah Aku  sempurnakan bagi kalian ad-din kalian dan telah Aku sempurnakan pula  ni’mat-Ku atas kalian dan Aku ridho al-islam sebagai ad-din bagi  kalain…”
Kata “al-yauma” yang artinya “pada hari ini” ,  yang dimaksud adalah hari diturunkannya ayat ini yakni pada hari jum’at  di padang Arofah setelah waktu Ashr ketika Muhammad saw menunaikan haji  wada’. Lalu kalimat “ akmaltu lakum dinakum “, yang artinya, “ telah  Aku sempurnakan untuk kalian ad-din kalian “, yang dimaksud dengan kata  “kalian” dalam frasa “ad-din kalian”  adalah  Muhammad saw dan para sahabat ra. Kenapa? Karena ayat ini turun kepada  mereka dan berbicara tentang mereka. Jadi yang dimaksud dengan “ad-din  kalian” adalah dinu Muhammad saw dan para sahabat ra yang berupa  bentuk-bentuk keyakinan (al-‘aqidah) dan perbuatan (al-‘amal) yang ada  pada Muhammad saw (secara individu) dan para sahabat ra ( secara  komunitas), yang mana itu merupakan penerapan, tafsir,  penjelasan dari pada Al-Qur’an atas petunjuk langsung dari Alloh yang  dari-Nya al-islam itu berasal (QS 3 ayat 19). Hal itu karena  Muhammad saw hanyalah mengikuti apa saja yang diwahyukan kepadanya dari  Alloh (QS 10 ayat 15, QS 46 ayat 9) dan menerima penjelasan bagaimana  menerapkannya, maka terbentuklah suatu bentuk-bentuk keyakinan dan  perbuatan atau ad-din atau jalan hidup yang ada pada Muhammad saw,  sehingga Aisyah ra mensifati Muhammad saw dengan kalimat “ kana  khuluquhul-qur’an “, yang artinya, “ Akhlak Beliau saw adalah  Al-Qur’an”. Dan para sahabat adalah sekelompok orang yang paling baik  dalam mengikuti Muhammad saw (QS 9 ayat 117) karena perkataan mereka “sami’na wa atho’na”, yang artinya, “ kami dengar dan kami taat” (QS 2 ayat 185).
Lalu kalimat “wa rodhitu lakumul-islama  dinan”, yang artinya, “ dan Aku telah ridho al-islam sebagai ad-din bagi  kalian”. Dalam kalimat ini Alloh menyebut dinu Muhammad saw dan para  sahabat ra dengan sebutan al-islam. Oleh karena dalam ayat ini digunakan  kata ad-din (kata tunggal, bentuk jamaknya adalah ad-adyan), maka ini  berarti dinu Muhammad saw dan para sahabat itu satu, sama. Oleh karena  Muhammad saw pihak yang meneirma wahyu dan penjelasannya dan menerapkan  wahyu tersebut dengan baik (QS 33 ayat 2) maka al-islam itu pastilah  “dinu Muhammadin saw “ atau”millatu Muhammadin saw” atau “ sunnatu  Muhammadin saw” atau jalan hidup Muhammad saw (tapi bukan Beliau saw  yang yang membikinnya) atau yang sering disebut dengan as-sunnah. Jadi dengan demikian al-islam adalah as-sunnah dan as-sunnah adalah al-islam.  Sesuatu bentuk keyakinan dan perbuatan yang tidak ada di dalam  as-sunnah tidak bisa dinamakan Islami. Dan dikatakan di dalam Al-Qur’an  surat 27 ayat 79, lafalnya, “…innaka ‘alal-haqqil-mubin”, artinya,  “…sesungguhnya engkau (wahai Muhammad saw) berada di atas al-haqq  (kebenaran) yang nyata”. Dan yang ada pada Muhammad saw adalah  as-sunnah. Sementara itu as-sunnah adalah al-islam dan al-islam adalah  al-haqq yang berasal dari Alloh, maka tentu Muhammad saw itu berada di  atas al-haqqu. Dan dikatakan pula dalam Al-Qur’an surat 36 ayat 3-4,  lafalnya, “ innaka laminal-mursalin. ‘ala shirotim mustaqim”, artinya, “  Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad saw) benar-benar (salah seorang  diantara) para Rosul. (Yang berada) diatas ash-shirothol-mustaqim (jalan  yang harus ditegakkan) “. Dan yang ada pada Muhammad saw adalah  as-sunnah. Sementara itu as-sunnah adalah al-islam dan al-islam adalah  “ashirothol-mustaqim” yang merupakan “ash-shiroth” (jalan) (yang  ditentukan dan ditetapkan) Alloh, maka tentu Muhammad saw berada di atas  “ash-shirothol-mustaqim” (jalan yang harus ditegakkan). Sementara itu  Muhammad saw telah bersabda, lafalnya, “ man ‘amila ‘amalan laisa  ‘alaihi amruna fa huwa roddun “, artinya, “ Barang siapa  yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintah/urusan (tidak  ada contohnya) pada kami (yakni Muhammad saw dan para sahabat ra) maka  (amalan tersebut) tertolak “ (HR Muslim dari Aisyah ra). Dan sementara  itu pula Muhammad saw telah bersabda, lafalnya, “…wa iyyakum wa  muhdatsatil-umur fa inna kulla muhdatstin bid’atun wa kulla bid’atin  dholalatun”, artinya, “ …dan berhati-hatilah (janganlah) kalian membuat  perkara-perkara baru (dalam ad-din) karena setiap perkara baru (dalam  ad-din) adalah bid’ah dan setiap bid’ah a dalah kesesatan “ (HR Tirmidzy  dan Abu Dawud dari Irbadh bin Sariyyah ra). Kedua sabda Muhammad saw  ini menegaskan bahwa al-islam, yang berasal dari Alloh itu, seluruhnya ada di dalam as-sunnah.
Muhammad saw dan para sahabat ra adalah  sekelompok orang yang paling tahu al-islam karena kepada mereka al-islam  itu (melalui Al-Qur’an dan penjelasannya) turun dan karenanya pula  mereka dipuji oleh Alloh dengan sebutan “khoiru ummah” (umat yang  terbaik) (QS 3 ayat 110). Sebutan itu diberikan bukan karena kemajuan  sains dan tehnologi atau apa, tapi lebih disebabkan oleh karena mereka  meyakini dan mengamalkan al-islam dengan sebaik-baiknya.
 
Kita yang hidup di zaman sekarang ini  mengetahui al-islam hanya dari Al-Qur’an dan as-sunnah yang tercatat di  dalam hadits-hadits (kabar-kabar) yang shohih (yang valid). Sehingga  kita bisa tahu suatu keyakinan dan perbuatan itu Islami atau bukan kalau  kita tahu banyak tentang Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shohih. Kalau  suatu keyakinan dan perbuatan itu ada dasarnya dalam Al-Qur’an dan  hadits yang shohih itu pasti keyakinan dan perbuatan yang Islami, bila  tidak dari mana bisa disebut Islami.


14.01
erik

 Posted in:  
1 komentar:
Begitu dasyatnya Makna ISLAM, hingga badan dan hati bergetar saat membaca artikel Makna ISLAM
Posting Komentar